Sabtu, 21 November 2015

RUANG TERBUKA HIJAU


A.       DEFINISI
Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.

Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.

Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.


B.       FUNGSI

RTH memiliki fungsi sebagai berikut:

Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:

1.       memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota);

2.       pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar;

3.       sebagai peneduh;

4.       produsen oksigen;

5.       penyerap air hujan;

6.       penyedia habitat satwa;

7.       penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;

8.       penahan angin.

Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:

9.       Fungsi sosial dan budaya:

10.    menggambarkan ekspresi budaya lokal;

11.    merupakan media komunikasi warga kota;

12.    tempat rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.

Fungsi ekonomi:

13.    sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur;

14.    bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain.

15.    Fungsi estetika:

16.    meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan;

17.    menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;

18.    pembentuk faktor keindahan arsitektural;

19.    menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.


Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati.


C.       MANFAAT
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:

·         Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);

·         Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).


D.       TIPOLOGI

Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:

·         Fisik : RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.

·         Fungsi : RTH dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.

·         Struktur ruang : RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.

·         Kepemilikan : RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.


E.        PENYEDIAAN

Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:

·         Luas wilayah

·         Jumlah penduduk

·         Kebutuhan fungsi tertentu

Penyediaan RTH Berdasarkan Luas Wilayah

Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:

·         ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;

·         proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;

·         apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.

·         Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.


Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk

Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.

·         250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT

·         2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW

·         30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan

·         120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan

·         480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)

 
Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu

Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.

RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.

 
F.        PROSEDUR PERENCANAAAN

Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai berikut:

·         penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat;

·         penyediaan dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;

·         tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH publik meliputi:

·         perencanaan;

·         pengadaan lahan;

·         perancangan teknik;

·         pelaksanaan pembangunan RTH;

·         pemanfaatan dan pemeliharaan.

·         penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh masyarakattermasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan;

·         pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

·         mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing daerah;

·         tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya;

·         tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH;

·         memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH;

tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis

 

G.       CONTOH KOTA YANG MENERAPKAN RTH

Kota Surabaya

 

RTH di Kota Surabaya sendiri telah mencapai 22,26 persen atau 171,68 hektar dari total luas wilayah kota. Surabaya unggul sebagai kota besar ramah lingkungan dan humanis. Surabaya saat ini mengembangkan penataan yang tersebar ke seluruh penjuru kota. Dengan demikian, warga kotanya bisa beraktivitas di wilayah masing-masing atau dekat dengan tempat tinggalnya. Pembangunan RTH di Surabaya tidak diaglomerasikan ke satu titik, melainkan menyebar dengan mengembangkan sentra komunitas di setiap titk strategis kota.

Di setiap titik strategis seluruh wilayah kota itu dibangun pula taman-taman lengkap dengan akses WiFi, pedestrian, dan jalur sepeda sebagai ruang terbuka hijau di luar ruang rekreasi, lapangan olahraga, dan pemakaman.

Kota Surabaya juga sadar bahwa peningkatan kualitas lingkungan akan lebih mudah apabila melibatkan peran serta masyarakat. Program-program seperti “Urban Farming”, “Surabaya Green and Clean”, “Surabaya Berwarna Bunga”, dan meningkatkan kembali implementasi 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dalam pengelolaan sampah, dilakukan dalam rangka membentuk kota hijau yang sehat.

Itulah sebabnya saat ini Surabaya mendapat predikat sebagai "kota untuk warganya". Tak kalah penting, kota ini juga digelari The Most Green and Livable City in Indonesia.

Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya nomor 07 tahun 2002, tentang pengelolaan ruang terbuka hijau disebutkan bahwa ruang terbuka hijau tak hanya berupa hutan kota, melainkan kawasan hijau yang berfungsi sebagai pertamanan, rekreasi, permakaman, pertanian, jalur hijau, dan pekarangan.

Dalam ruang terbuka hijau diwajibkan adanya kegiatan penghijauan yaitu tentunya dengan budidaya tanaman sehingga terjadi perlindungan terhadap kondisi lahan. Peraturan daerah itu menyebutkan dengan jelas bahwa pengelolaan ruang terbuka hijau menjadi tanggungjawab tak hanya pemerintah, bahkan sektor swasta, dan warga yang bertempat tinggal di Kota Surabaya.

 

REFERENSI

 

RUSUNAWA DAN RUSUNAMI


A.      PENGERTIAN RUSUNAMI DAN RUSUNAWA


1.       RUMAH SUSUN

Rumah Susun menurut kamus besar Indonesia merupakan gabungan dari pengertian rumah dan pengertian susun. Rumah yaitu bangunan untuk tempat tinggal, sedangkan pengertian susun yaitu seperangkat barang yang diatur secara bertingkat. Jadi pengertian Rumah Susun adalah bangunan untuk tempat tinggal yang diatur secara bertingkat.

2.       RUSUNAWA

Berdasarkan PERMEN No.14/ 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana sewa yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.

3.       RUSUNAMI

Rusunami merupakan akronim dari rumah susun sederhana milik,rusunami hamper serupa dengan rusunawa hanya saja rusunami yaitu pengguna tangan pertama membeli dari pengembang. Beberapa pengembang sering menggunakan istilah apartemen bersubsidi untuk merujuk pada rusunami. Hal ini disebabkan karena pemerintah memberikan subsidi kepada pembeli yang memenuhi syarat tertentu.

 
B.      SUBSIDI
Istilah lain yang sering diusung oleh para pengembang untuk rusunami adalah Apartemen Bersubsidi. Pengembang lebih senang menggunakan istilah apartemen daripada rusun karena konotasi negatif yang melekat. Sedangkan penambahan kata bersubsidi disebabkan karena pemerintah memberikan subsidi bagi pembeli rusunami jika memenuhi syarat. Sedangkan yang tidak memenuhi syarat tetap dapat membeli rusunami namun tidak mendapatkan subsidi.
Jenis Subsidi
Ada banyak subsidi yang diberikan pemerintah untuk meringankan dan menarik masyarakat untuk membeli rusunami. Beberapa diantaranya adalah:
*       A.Subsidi Selisih Bunga hingga maksimum 5% (sesuai golongan)
  B.Bantuan Uang Muka hingga maksimum 7 juta (sesuai golongan)
 C. Bebas PPN
Syarat Subsidi
Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 7/PERMEN/M/2007, kelompok sasaran penerima subsisidi adalah:
1.       Keluarga/rumah tangga yang baru pertama kali memiliki rumah dan baru pertama kali menerima subsidi perumahan (dibuktikan oleh surat pengantar dari kelurahan)
2.       Gaji pokok pemohon atau pendapatan pokok pemohon perbulan maksimum 4,5 juta
3.       Memiliki NPWP
4.       harga untuk apartemen dibawah Rp. 144 jt dan rumah dibawah Rp. 55jt
C.      LANDASAN DAN TUJUAN RUSUNAMI DAN RUSUNAWA
Kebijaksanaan dibidang perumahan dan permukiman pada dasarnya dilandasi oleh amanat GBHN (1993) yang menyatakan pembangunan perumahan dan permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian dan lingkungan kehidupan keluarga/masyarakat. Pembangunan perumahan dan permukiman perlu dtingkatkan dan diperluas sehingga dapat menjangkau masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Untuk menunjang dan memperkuat kebijaksanaan pembangunan rumah susun, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.16 Tahun 1985 tentang rumah susun. Undang- undang rumah susun tersebut untuk mengatur dan menegaskan mengenai tujuan, pengelolaan, penghunian, status hukum dan kepemilikan rumah susun. Adapun tujuan pembangunan rumah susun adalah
1.       Meningkatkan kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian hokum dalam pemanfaatannya.
2.       Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestariaan sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang
3.       Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat
Pengaturan dan pembinaan rumah susun dapat dilakukan oleh pemerintah atau diserahkan kepada Pemda. Pada pelaksanaan pengaturan dan pembinaan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam UU No.16 Tahun 1985, juga disebutkan pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakat golongan rendah untuk memperoleh dan memiliki rumah susun yang pelaksanaannya diatur dengan PP (Pasal 11 ayat 1 dan 2)
Pemerintah Indonesia lebih memberlakukan rumah sebagai barang atau kebutuhan sosial. Hal ini dapat dilihat dari besarnya peran pemerintah dalam membantu pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kondisi ini dapat dimengerti karena sebagian besar penduduk Indonesia merupakan golongan yang kurang mampu memenuhi kebutuhan perumahan yang layak. Dalam kaitan ini, pemerintah memutuskan untuk melaksanakan pembangunan rumah susun di kota besar sebagai usaha peremajaan kota dan untuk memenuhi kebutuhan perumahan dengan pola yang vertikal.
D.      BANTUAN DAN KEMUDAHAN
Sebagai sebuah program yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah berupaya untuk memberikan bantuan dan kemudahan dalam pembangunan, penghunian, penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Bantuan dan kemudahan menurut Pasal 88 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rumah Susun) diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam bentuk:
1.       Kredit pemilikan satuan rumah susun dengan suku bunga rendah
2.       Keringanan biaya sewa sarusun
3.       Asuransi dan penjaminan kredit pemilikan rumah susun
4.       Insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
5.       Sertifikasi satuan rumah susun
Sedangkan kepada pengembang atau pelaku pembangunan diberikan insentif yang menurut Pasal 88 ayat (2) UU Rumah Susun berupa:
1.       Fasilitasi dalam pengadaan tanah
2.       Fasilitasi dalam proses sertifikasi tanah
3.       Fasilitasi dalam proses perizinan
4.       Fasilitas kredit konstruksi dengan suku bunga rendah
5.       Insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
6.       Bantuan penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum
E.      JENIS RUSUN DI INDONESIA
1.       Rumah Susun Sederhana (Rusuna), pada umumnya dihuni oleh golongan yang kurang mampu. Biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas (BUMN). Misalnya, Rusuna Klender di Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta.
2.       Rumah Susun Menengah (Apartemen), biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas atau Pengembang Swasta kepada masyarakat konsumen menengah ke bawah. Misalnya, Apartemen Taman Rasuna Said, Jakarta Selatan.
3.       Rumah Susun Mewah (Condonium), selain dijual kepada masyarakat konsumen menengah ke atas juga kepada orang asing atau expatriate oleh Pengembang Swasta. Misalnya Casablanca, Jakarta.
F.      PERATURAN MENGENAI RUMAH SUSUN
Berikut merupakan perarturan-peraturan yang membahas lebih lanjut tentang Rumah Susun
1.       UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
2.       PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
3.      Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun.
4.      Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun.
5.      Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
G.      PERKEMBANGAN RUMAH SUSUN DI INDONESIA
 
1.       Keberadaan rumah susun yang giat dipromosikan pengembang ikut menyukseskan program pemerintah mendorong penduduk perkotaan seperti Jakarta untuk tinggal di hunian vertikal.
2.       UU No. 16/1985 dan PP No. 4/1988 tentang Rumah Susun merupakan dasar hukum bagi pengembangan rumah susun/apartemen di Indonesia. Pasal 19 UU No. 16/1985 mewajibkan penghuni rumah susun membentuk perhimpunan penghuni, tepatnya Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), a.l. untuk mengurus kepentingan bersama yang berhubungan dengan pemilikan, penghunian, dan pengelolaan ‘bagian’, ‘benda’, dan ‘tanah’ bersama.
3.       Sebelum PPRS terbentuk, pengembang bertindak sebagai PPRS Sementara untuk kemudian membantu penyiapan terbentuknya perhimpunan penghuni yang sebenarnya, dengan pengurus yang berasal dari penghuni sendiri, dipilih oleh penghuni, dan bekerja untuk kepentingan penghuni.
H.      KESIMPULAN
a.       Definisi dari Rumah Susun adalah bangunan untuk tempat tinggal yang diatur secara bertingkat. berdasarkan PERMEN No.14/ 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana sewa yang intinya bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.
b.      Pembangunan Rumah Susun (Rusun) seharusnya dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan rendah. Dapat bermanfaat bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah yang mendapatkan hunian layak dan tidak salah sasaran yang dapat memanfaatkan rusunawi/rusunawa ini untuk kepentingan diri sendiri dan disewakan ke yang lain.
c.       Rusun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembangunan Rusun berlandaskan pada azas kesejateraan umum, keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan kesimbangan dalam perikehidupan, dengan bertujuan memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya.
 
REFERENSI